Tuesday, November 1, 2016

ika anda orang Indonesia khususnya orang jawa pasti sudah tau yang namanya masakan Gudeg Jogja. Masakan ini cukup unik tapi nikmat, bahan dasar gudeg (Gudheg - bahasa jawa) dari buah nangka yang masih benar benar muda jadi tidak mendekati tua dan jangan terlalu muda dan yang lebih penting lagi santan kelapa jangan yang instan jadi benar benar asli dari kelapa tua, dari santan kelapa yang tua inilah rasa gurih-nya bisa terJcipta sehingga rasanya lebih sempurna. Sayur Gudeg biasanya di lengkapi kerupukkerecek kalau dalam bahasa sunda kerupuk dorogdog yaitu kerupuk yang berasal dari kulit sapi yang asli, ciri khas kerupuk-nya biasanya berbentuk agak melingkar (keriting) jadi bukan yang bergelembung dan lurus itu. Selain kerupuk krecek biasanya ada masakan tempe bacem, dan opor ayam dan tahu (harus tahu putih).

Cara-Membuat-Gudeg-Jogja-Enak-Dan-Tidak-eNeg

Sayur Gudeg ini cocok di makan dalam segala kondisi dan suasana, pagi hari enak untuk sarapan, siang hari juga cocok dengan cuaca panas dengan sambel yang pedas, apalagi malam hari wah...lebih cocok sambil nongkrong di pinggir trotoar kota Jogjakarta. saya sendiri kalau lagi gak nafsu makan atau lagi sakit tanya dulu nih perut enaknya di isi apa sayur yang enak dan tidak eNeg sambil membayangkan semua masakan  pilihan terakhir ya Gudeg Jogja.
 makanan gunungkidul "gatot"

5 Makanan Khas Gunung Kidul, Jawa Tengah

Gatot ini merupakan makanan ringan gunung kidul. Gatot merupakan makanan yang terbuat dari gaplek (ketela/singkong yang dikeringkan) sama dengan tiwul. Ketela yang telah dikupas kemudian dijemur untuk dikeringkan sehingga menjadi gaplek. Namun untuk membuat gatot yang istimewa,  gaplek yang dipakaimerupakan gatot yang berkualitas, Cara pembuatan gatot ini sangat sederhana. Gatot yang sudah kering direndam selama 12 jam (semalam). Kemudian setelah dicuci bersih, gaplek dipotong kecil-kecil sesuai ukuran gatot, kemudian ditanak/dikukus selama sekitar 2 jam. Setelah masak, gatot ditempatkan di suatu wadah yang lebar biar cepat dingin. Dalam penyajian gatot ditaburi dengan parutan kelapa ditambah sedikit gula dan garam.gatot enak dimakan dalam keadaan dingin. 

NASI CAMPUR GEJAYAN
Pemadam Kelaparan Saat Malam dekat Pasar Demangan

Jalan Affandi (depan Apotek Ardi Farma), Gejayan, Yogyakarta, Indonesia. (lihat peta)
Phone: +62 813 2840 8488
Meskipun baru buka di atas jam sembilan malam, kuliner di salah satu sudut Jalan Gejayan ini tak pernah sepi pembeli. Nikmatnya seporsi nasi campur yang masih mengepul ditambah sambal teri siap meredakan lapar di malam hari.
Hampir dini hari dan puluhan kendaraan masih berjejer memenuhi salah satu sisi Jalan Gejayan, tepatnya di depan Apotek Ardi Farma. Sedangkan pemiliknya, sebagian terlihat sibuk berkerumun menunggu antrian hingga pesanannya dilayani. Beberapa lainnya telah memenuhi kursi dan meja plastik serta lesehan bertikar yang disediakan. Meskipun udara Jogja malam itu sedang dingin usai diguyur hujan, tampaknya tak menyurutkan niat para pengunjung yang ingin meredakan lapar atau sekadar mencicipi kuliner di sebuah warung tenda yang cukup terkenal di kalangan mahasiswa ini.
Di Jogja, Nasi kucing lengkap dengan sambal teri menjadi menu khas yang bisa dengan mudah kita temukan di angkringan-angkringan. Tapi di warung tenda yang tak jauh dari pasar Demangan ini, kita tak akan menemukan nasi dengan sambal teri yang disajikan dalam bungkusan-bungkusan seukuran kepalan tangan, melainkan dalam piring-piring plastik bersama beberapa sayur dan beragam lauk-pauk layaknya nasi ramesan. Beragam gelar pun diberikan pada warung tenda tak bernama ini, seperti Nasi Campur Gejayan, Nasi Campur Demangan, Nasi Campur Sambal Teri, Nasi Campur Pak Wal, Nasi Campur Pak Yo, Nasi Campur Mbah Dul dan masih banyak sebutan lainnya. Bahkan fanbase kuliner yang rata-rata adalah kalangan mahasiswa ini ada yang menyebutnya "Mc. Dul".
Sebagai bukti betapa melegendanya Warung Nasi Campur Gejayan, beberapa fans-nya rela mengantri beberapa jam sebelum warung ini buka. Bahkan pelanggan lama yang sudah sangat "mengenal" warung tenda ini, terkadang merasa tak sabar harus menunggu hingga larut malam. Mereka pun nekat mendatangi rumah si empunya warung yang masuk ke dalam gang, tak jauh dari lokasi warung tersebut.
Usai memarkirkan kendaraan, YogYES pun segera bergabung dalam antrian. Di tengah kerumunan tampak sebuah meja penuh dengan panci-panci berisi sayur lodeh, aneka lauk dalam piring-piring lebar bahkan baskom seperti aneka gorengan, telur dadar, telur asin, telur bumbu balado, ayam goreng, ayam bumbu balado dan masih banyak lainnya. Tak ketinggalan segerombol petai mentah digantung tepat di atas meja yang menggoda para penggemarnya.
Meskipun kerumunan orang sepertinya tak menandakan akan segera bubar, namun tak perlu waktu yang lama bagi YogYES untuk mendapatkan sepiring nasi campur lengkap dengan sambal teri dan lauk-pauk lain sebagai teman makan. Dengan cekatan Pak Waluyo dan istrinya melayani setiap pesanan dari pelanggan termasuk kami. Pak Waluyo dan istrinya adalah generasi kedua yang berjualan Nasi Campur di Jalan Gejayan ini. Beliau meneruskan usaha kuliner melegenda ini dari bapaknya yang dikenal sebagai Mbah Dul atau Pak Abdul pada tahun 1993.
Di antara puluhan pembeli yang menunggu antrian, tiba-tiba ada salah seorang yang bertanya, "Ini gudeg ya pak?"
Saya pun berpikir, mungkin pembeli tersebut baru pertama kali datang untuk mencoba kuliner Nasi Campur Gejayan. Ditanya seperti itu, Pak Waluyo pun hanya menjawab singkat sambil tetap berkutat melayani pembeli, mengisi piring-piring kosong dengan nasi yang masih mengepul. "Gudeg apa. Ndak ada gudeg di sini."
Selain kering tempe dan sambal teri, beragam sayur lodeh memang menjadi salah satu ciri khas nasi campur di warung tenda yang sudah melegenda sejak tahun tujuh puluhan ini. Kita bisa menemukan labu siam, kacang panjang dan nangka muda dalam sayur berkuah santan dan dibumbu pedas. Mungkin karena berbahan dasar sama dengan gudeg berupa nangka muda, beberapa orang salah menyebutnya dengan makanan khas Jogja tersebut.
Seporsi nasi campur dan segelas jeruk hangat sudah di tangan. YogYES pun segera memilih salah satu sudut lesehan bertikar yang masih kosong dengan penerangan lampu-lampu toko dan lampu jalanan. Kami tak sabar untuk segera menikmati nasi campur hangat-hangat di tengah dinginnya udara Jogja malam itu. Dalam suapan pertama barulah kami sadar, meskipun berbahan sama dan sekilas tampilan sayur nangka muda racikan Pak Waluyo ini mirip gudeg, tapi rasanya jauh berbeda. Jika gudeg punya cita rasa khas yang manis gurih, lodeh nangka muda ini memiliki paduan rasa asin, gurih dan pedas. Rasanya semakin mantap ditambah dengan sambal teri yang rasanya pas di lidah para pecinta kuliner pedas. Bagi yang tak terlalu suka pedas, hati-hati dengan jebakan batman saat menikmati sajian nasi campur ini di tengah cahaya ala kadarnya. Lebih amannya bisa memesan nasi campur tanpa tambahan sambal teri.
Dengan beragam topping dalam seporsi nasi campur bisa dibayangkan berapa banyak nutrisi yang bisa didapat dari labu siam, kacang panjang, nangka muda, tempe, dan ikan teri, serta pilihan lauk-pauk lain. Apalagi sambal teri yang berbahan dasar ikan-ikan laut berukuran kecil dari anggota family Engraulidae ini dikenal sebagai salah satu sumber protein tinggi pengganti telur, daging dan susu. Selain itu, karena ikan-ikan kecil yang juga disebut ikan Bilis ini dimakan bersama dengan tulang ikannya, kita juga bisa mendapatkan manfaat kalsium dan fosfor. Meskipun banyak nutrisi yang bisa didapat saat menikmati Nasi Campur racikan Pak Waluyo, mengkonsumsi kuliner ini terlalu sering pun tak terlalu baik. Karena sayur lodeh yang dimasak dengan santan adalah salah satu pemicu kolesterol. Jadi kalau ketagihan dengan masakan Pak Waluyo, paling tidak jangan tiap malam mampir ke warung tendanya ya!
Catatan:
Setiap dua minggu sekali pada Hari Minggu, biasanya Warung Nasi Campur Gejayan tidak berjualan. Sebelum kecewa, mungkin bisa menanyakan pada kontak yang tersedia.

Tuesday, October 18, 2016

                     Soto Ayam Kampung Pak Dalbe

     warung Soto Ayam Pak Dalbe yang berlokasi di jalan Jend. Sudirman, Jogjakarta. Untuk mencarinya tidaklah sulit, karena berada tepat di tengah-tengah antara Gereja Baptis Indonesia Anugerah dan Pizza Hut. Warungnya sangat sederhana dan kecil, mungkin lebarnya hanya sekitar 2 meter dan memanjang ke belakang. Meskipun warungnya sangat kecil, tapi pengunjungnya ramai banget, bahkan sampai ada yang makan di sisi jalan trotoar dan di bawah pohon asem.
Sebenarnya Soto Ayam Pak Dalbe ini juga memiki beberapa cabang yang lebih luas, ada yang di Jl. Afandi, Gejayan dan Babar Sari Timur POM Bensin. Tapi entah mengapa para pelanggannya kebanyakan lebih memilih untuk datang ke warung pusatnya yang kecil ini.
Pada awalnya, Pak Dalbe yang hanya lulusan Sekolah Dasar sejak kecil sudah sering ikut membantu pamannya untuk berjualan soto secara berkeliling. Hingga akhirnya sekitar tahun 1988-an, Beliau mencoba untuk berjualan sendiri dengan menempati sebuah lapak kecil di dekat Kantor Harian BERNAS, Jogjakarta. Seiring dengan berjalannya waktu dan proses yang cukup panjang, akhirnya Pak Dalbe pindah ke lokasi yang sekarang ini. Untuk sampai ke posisi yang sudah dicapainya sekarang ini, usaha serta perjuangan Pak Dalbe cukup berat. Meskipun sekarang ini namanya sudah dikenal hingga ke beberapa kota lain, tapi Beliau masih sering ikut melayani para pelanggannya.
Setelah selesai berbincang dengan Beliau, Saya mencicipi kenikmatan soto ayamnya. Semangkuk soto ayam yang tersaji dengan kuah yang cukup panas sudah menggoda saya untuk segera mencicipinya. Kuahnya bening agak kecokelatan, ada bihun, kubis, taoge panjang, suwiran daging ayam, irisan seledri dan taburan bawang goreng. Rasanya gurih, segar dan sedikit rasa manis, kalau menikmati soto ini jangan lupa untuk menambahkan sedikit sambal, perasan air jeruk nipis dan juga tempe gorengnya. Rasanya semakin komplit, selain kesegaran dari taogenya, rasa asam, pedas dan gurih bercampur menjadi satu. Selain tempe goreng, bisa juga ditambahkan dengan sate ayam, kepala atau sayap ayam.
Untuk seporsi soto ayam campur dibandrol 6ribu rupiah, sedangkan untuk gorengan 5ratus rupiah dan untuk sayap dan satenya 1.500 rupiah saja. Biasanya jam 6 pagi sudah mulai melayani pelanggannya, dan sekitar jam 1 siang sudah habis. Sedangkan pada hari Sabtu, Minggu dan hari-hari besar tertentu Pak Dalbe tidak jualan.

Mangut Lele Bu Is

               mangut lele bu is

Jogja yang dikenal sebagai kota Gudeg, ternyata memiliki kuliner mangut lele yang cukup menonjol di dunia perkulineran. Salah satunya yaitu mangut lele di Rumah Makan Mangut Lele Bu Is, lokasinya berada di Jalan Imogiri Barat KM 12, Sumber Agung, Jetis Bantul. Akses menuju lokasinya cukup mudah, kalau dari arah pusat kota Jogja sebelum perempatan Jetis, Bantul, rumah makannya da di sebelah kiri jalan raya. Rumah Makan ini cukup besar dengan warna hijau yang menyelimuti seluruh dindingnya, di dalam rumah di set untuk lesehan. Kalau tidak ingin menikmati dengan lesehan, kita bisa memilih tempat yang ada di samping rumah.
Pasalnya Rumah Makan Mangut Lele Bu Is sudah berdiri sejak tahun 1978-an dengan menempati rumah yang sederhana, seperti rumah yang di pedesaan pada umumnya. Kemudian pada tahun 2006, usaha ini dikelola oleh putranya yang bernama Bapak Iswandi bersama istrinya. Sedangkan Ibu Is sendiri sekarang sudah meninggal dunia beberapa bulan yang lalu. Rumah Makan Mangut Lele Bu Is ini juga tak luput dari gempa besar dan gunung meletus yang menimpa Jogjakarta. Meskipun kerusakan yang terjadi tidak terlalu parah, namun warung ini sempat tutup untuk beberapa bulan. Dan mulai berjualan lagi setelah rumahnya direnovasi menjadi lebih kokoh dan rapi seperti sekarang ini.
Sesuai dengan namanya, menu andalan di rumah makan ini yaitu mangut lele. Mungkin menu ini cukup familiar bagi kita, namun penyajiannya mungkin tidak akan kita jumpai di tempat lain. Mangut lelenya disajikan di dalam satu baskom ukuran sedang dan jumlahnya sesuai dengan orang yang datang. Sebakul nasi putih dan beberapa jenis sayuran segar atau rebus disajikan sebagai sidedishnya. Ada sepiring taoge rebus, sepiring bayam dan kenikir rebus, sepiring mentimun, dan sepiring irisan sayur segar yang terdiri dari daun pepaya dan daun lempuyang/ luntas serta beberapa tangkai daun kemangi. Selain itu, juga ada oseng lombok ijo, sepiring bumbu urap dan satu cobek sambal terasi berwarna hitam pekat. Semua sidedishbisa dinikmati sepuasnya, kalaupun ingin menambah juga diperbolehkan.
Mangut lelenya enak dengan kuah santan sedang, tidak terlalu kental atau terlalu cair dan sedikit agak pedas. Kalau bagi Saya pribadi yang membuatnya special justru terletak padasidedishnya, sayuran dicocol dengan sambal terasi benar-benar nikmat. Apalagi untuk sayur irisnya, meskipun menggunakan daun pepaya yang biasanya pahit, tapi untuk kali ini daun pepayanya tidak ada rasa pahit sama sekali. Sambal terasinya hitam pekat, kental, rasa pedas, asin dan manisnya bisa terasi tanpa ada yang tertutupi oleh rasa yang lain.
Mungkin Anda akan terkejut ketika menyelesaikan pembayarannya. Karena untuk semua sajian yang melimpah dan memuaskan tersebut, kita cukup mengeluarkan kocek sebesar 12ribu rupiah, dan itu pun sudah termasuk dengan segelas teh manis. Mengingat harga dan penyajianya lain dari pada yang lain, tidak heran kalau setiap hari sekitar ±15kg ikan lele bisa habis dalam sehari. Biasanya rumah makan ini mulai melayani para pengunjungnya dari jam 8 pagi sampai jam setengah 8 malam setiap hari.

                         Bebek Suwar-Suwir Bale Raos


Resto ini masih berada diseputaran Keraton Yogyakarta, tepatnya di Jl. Magangan Kulon 1, tepat bersebelahan dengan toko cinderamata Sarinah, dekat dengan Tamansari dan Pasar Burung Ngasem. Suasana keratonnya sangat terasa dan kental sekali. Sebagai contoh, sebelum memasuki area parkir restoran saja kita diwajibkan untuk mematikan mesin motor dan menuntun motor sampai area parkir. Tidak boleh dinaiki walaupun motor sudah dalam keadaan mati. Ini salah satu aturan yang memang ada dalam wilayah keraton.
Menu yang paling terkenal di resto ini adalah Bebek Suwar-Suwirnya, yang merupakan makanan favorit dari Sultan Hamengku Buwono IX. Bebek goreng yang kemudian dagingnya di iris-iris disajikan bersama dengan irisan nanas goreng dan saus kedondong parut yang dimasak bersama rempah-rempah. Sangat menggugah selera, rasa saus mampu mengimbangi aroma tajam daging bebek.
Selain Bebek Suwar-Suwir, ada banyak menu lain yang ditawarkan. Seperti Lombok Kethok (makanan favorit Sultan HB VII-IX), Semur Piyik (makanan favorit Sultan HB IX), Urip Urip Gulung (makanan favorit Sultan HB VII), Sanggar (makanan favorit Sultan HB VIII – HB X), Soup Timlo (makanan favorit Sultan HB X), Gecok Ganem (makanan favorit Sultan HB IX) dan masih banyak lagi yang lainnyaSedangkan untuk pilihan minumannya juga cukupbanyak, yang paling terkenal adalah Beer Jawa kesukaannya Sultan Hamengku Buwono VIII, dan juga Es Camcau.
Resto yang buka dari jam 09.30 – 21.30 WIB (kecuali hari Senin hanya dari jam 09.30 – 15.00 WIB) mempunyai kapasitas lumayan besar, mampu menampung hingga 200 orang. Bale Raos mematok harga untuk makanan berkisar antara Rp 15.000 – Rp 44.000, sedangkan untuk minuman sekitar Rp 6.000 – Rp 12.000. Selain menikmati hidangan yang khas, pada hari-hari tertentu dapat dihadirkan live gamelan dan tarian jawa klasik (beksan), dan setiap Sabtu malam Bale Raos akan menyajikan live performance musik keroncongan. Benar-benar terasa nikmat menjadi raja dan ratu walaupun hanya semalam ditempat ini.